.

Studi di Belanda: Kunci Jawaban Menghadapi Tantangan Globalisasi

Oleh: Tito Erland

Dunia, saat ini adalah ibarat hutan belantara. Banyak yang harus saling berebut makanan demi mempertahankan eksistensi kehidupannya. Maka dengan begitu berlakulah hukum rimba, siapa yang terkuat ialah yang paling mampu bertahan, mampu jadi sang pemenang yang dapat berdiri anggun merayakan kedigdayaannya.

Ilustrasi di atas mungkin dapat menggambarkan kondisi dunia saat ini. Di era pasar bebas ini, banyak orang yang saling berebut mencari sumber pendapatan. Setiap hari ada saja derai tangis manusia yang keluar karena tak juga mendapat kesempatan kerja. Terlebih lagi setiap tahunnya lahir angkatan kerja baru yang begitu melimpah namun tak diimbangi dengan tersedianya lapangan kerja yang memadai.

Persaingan yang terjadi dalam mencari mata pencaharian terkadang tak hanya terjadi antara individu-individu yang berasal dari satu negara saja, namun persaingan tersebut telah menjadi persaingan individu dari berbagai negara. Hal tersebut terjadi karena dunia yang kita pijak saat ini sedang berputar dalam arus globalisasi. Dengan globalisasi maka dunia menjadi semakin sempit, batas-batas negara seolah menghilang. Globalisasi pula yang membuat rasa kebangsaan mulai luntur sehingga untuk mendapatkan sebuah pekerjaan tak lagi dipentingkan dari mana kita berasal namun kemampuan apa yang kita miliki.

Untuk bersaing dengan individu-individu dari negara lain tentu kita harus dibekali kemampuan yang cukup. Salah satu cara yang menjadikan kita mampu bersaing ditengah-tengah arus globalisasi adalah dengan menempuh studi di Belanda. Hal ini dimungkinkan karena lembaga pendidikan tinggi di Belanda memiliki mutu pendidikan bertaraf internasional yang mampu menjadikan lulusannya memiliki kinerja yang sangat baik di manapun mereka berada. Terlebih lagi pada tahun 2008, secara keseluruhan, universitas-universitas Belanda masuk ke dalam jajaran Top 200 University, seperti Uthrecht University, University of Amsterdam, dan Leiden University.

Tingginya mutu pendidikan tinggi di Belanda inilah yang membuat banyak masyarakat dari berbagai penjuru dunia menjatuhkan pilihannya untuk menempuh studi di Belanda. Tercatat setidaknya terdapat 55 negara yang menjadi asal mahasiswa yang menempuh studi di Belanda. Mahasiswa Indonesia sendiri pada tahun 2008 menempati posisi ke-5 untuk jumlah mahasiswa asing di Belanda. Pada tahun 2007/2008 setidaknya ada 1.450 mahasiswa dari Indonesia yang menempuh studi di Belanda.

Kenyataan tersebut menjadikan studi di Belanda merupakan solusi tepat agar kita dapat bersaing di tengah-tengah persaingan masyarakat dunia dalam mencari mata pencaharian. Dengan kata lain, studi di Belanda adalah tiket menuju komunitas global, komunitas yang di dalamnya terdapat persaingan ketat dari masyarakat dari berbagai penjuru dunia.

Sumber bacaan:

http://www.topuniversities.com/, diakses tanggal 27 April 2009

http://www.nesoindonesia.com/, diakses tanggal 27 April 2009

Mencari Ilmu Sampai ke Negeri Belanda

Oleh: Tito Erland S

Serpihan-serpihan ilmu memang begitu mengagumkan. Lewat ilmu kita dapat mengetahui sistem radiasi perpindahan kalor dari matahari menuju bumi. Lewat ilmu pula kita dapat mengetahui gaya tarik antara molekul-molekul penyusun zat padat yang sangat kuat sehingga mereka selalu bergetar pada posisi yang sama dan tetap berada dalam satu kesatuan. Lewat ilmu kita dapat mengetahui beragam persoalan di dunia ini dan cara pemecahannya.

Begitu bermanfaatnya ilmu, sehingga tak heran jika banyak orang melalang buana mencarinya. Mereka rela menempuh jarak beratus-beratus kilometer demi menghilangkan dahaga akan ilmu.

Salah satu negara tujuan masyarakat dunia dalam menuntut ilmu adalah Belanda. Belanda adalah sebuah negeri indah yang terletak di Eropa bagian barat laut. Salah satu keindahannya terpancar pada Amsterdam Canal, suatu tempat yang memukau dimana kita dapat menikmati indahnya kemilau lampu di sepanjang kanal tersebut pada malam hari.

Negara Belanda dibagi kepada dua bagian utama oleh sungai Rhine (Rijn), Waal, dan Maas. Secara administratif, Belanda dibagi dalam 12 provinsi yaitu Friesland/Fryslân, Drenthe, Overijssel, Flevoland, Gelderland, Utrecht, Noord-Holland, Zuid-Holland, Zeeland, Noord-Brabant, Limburg, dan Groningen.

Dalam bidang pendidikan, sistem pendidikan di Belanda tersedia dua jenis pendidikan tinggi reguler yang utama yaitu universitas dan University of Applied Sciences. Universitas melatih para mahasiswanya untuk menggunakan ilmunya secara mandiri. Sementara University of Applied Sciences, atau yang dikenal pula dengan sebutan Hogeschool, lebih berorientasi ke praktek; para mahasiswa langsung diarahkan untuk meraih jenjang karir di bidangnya. Belanda juga memiliki lembaga Institut Pendidikan Internasional yang sudah sejak lama menawarkan program-program yang dirancang khusus bagi mahasiswa asing.

Untuk dapat menempuh studi di Belanda, kita tak harus memiliki kemahiran berbahasa Belanda. Hal tersebut dimungkinkan karena pendidikan tinggi Belanda menyediakan lebih dari 1400 program studi internasional yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar perkuliahan tentunya menjadikan studi di Belanda menjadi lebih mudah untuk dijalani, terutama para peminat yang berasal dari Indonesia yang umumnya lebih familiar dengan Bahasa Inggris dibandingkan dengan Bahasa Belanda.

Salah satu keuntungan dari menempuh studi di Belanda adalah mahasiswa dapat berinteraksi langsung dengan mahasiswa lainnya dari berbagai belahan dunia. Hal ini terjadi karena mahasiswa asing yang menempuh studi di Belanda berasal dari 55 negara. Indonesia sendiri pada tahun 2007/2008 “menghantarkan” 1.450 mahasiswanya untuk menempuh studi di Belanda.

Berinteraksi langsung dengan berbagai mahasiswa asing dari berbagai negara secara otomatis menghantarkan mahasiswa ke tengah-tengah komunitas global. Keberadaan di tengah-tengah komunitas global dapat membuat mahasiswa mengenal karakter dan budaya bangsa lain. Budaya Jerman, Perancis, China, dan negara lainnya dapat dipelajari tanpa perlu jauh-jauh melalang buana ke negara-negara tersebut, cukup dengan menjalani studi di Belanda.

Sebaliknya, mahasiswa asal Indonesia pun dapat memperkenalkan kekayaan budayanya kepada mahasiswa asing. Informasi tentang keragaman budaya yang di berikan pada akhirnya dapat berefek domino pada keinginan mereka untuk berkunjung ke Indonesia. Hal demikian tentu merupakan keuntungan tersendiri bagi Indonesia karena dapat menambah devisa negara.

Hal lain yang dapat dipetik oleh mahasiswa Indonesia dengan keberadaannya di tengah-tengah komunitas global adalah mahasiswa Indonesia dapat mengetahui solusi dari permasalahan sosial serta permasalahan ekonomi (misalkan: kemiskinan, pengangguran) dari mahasiswa asing. Hal tersebut dimungkinkan karena mahasiswa Indonesia dapat memperoleh informasi dari mahasiswa asing mengenai pengalaman mengatasi permasalahan sosial serta permasalahan ekonomi yang pernah dilakukan oleh negara lain. Ke depan, informasi tersebut dapat berguna dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi bangsa ini.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa studi ke Belanda adalah sesuatu yang menguntungkan. Selain kita dapat menjalin relasi dengan banyak orang dalam komunitas global, kita juga dapat memetik keuntungan yang kelak dapat berguna bagi bangsa ini dari keberadaan kita dalam komunitas global tersebut.

Sumber bacaan:

Http://www.gurumuda.com/, diakses tanggal 27 April 2009 Http://id.wikipedia.org/wiki/belanda, diakses tanggal 27 April 2009

http://www.nesoindonesia.com/, diakses tanggal 27 April 2009

Sumber gambar:

http://point-oh.com/wp-content/uploads/2007/10/amsterdam_canal450.jpg

Pamrih

Oleh: Tito Erland S

Keikhlasan dalam memberi, masihkah ada?, terutama dalam tubuh sebuah partai. Atau mungkin sudah langka?, tergerus logika bisnis, logika untung rugi. Memberi berubah menjadi sebuah pengharapan, pengharapan untuk mendapatkan perlakuan setimpal, sang penerima akan balik memberi dalam bentuk lain.

Tak hanya tak ikhlas, memberi pun menjadi riya, menjadi sebuah ajang pamer kedermawanan. Memberi pun menjadi punya arti strategis, meraih dukungan massa.

Saya teringat pada sebuah iklan politik sebuah partai yang mengabarkan pada khalayak tentang perilaku kederwanannya. Mengabarkan bahwa mereka sudah memberikan sumbangsih, memberikan bantuan terhadap yang terkena musibah. Memberi, dengan demikian dijadikan materi kampanye. Materi untuk meraih keuntungan. Memberi menjadi semacam logika kapitalis, menanam modal untuk mengharapkan mendapat sesuatu yang lebih, meskipun tak dalam bentuk uang. Tujuannya tentu jelas, tujuan sebuah kampanye, meraih dukungan massa yang pada akhirnya bertujuan untuk meraih kekuasaan.

Para penerima kedermawanan pun akhirnya menjadi obyek kampanye untuk menunjukan betapa pedulinya sang pemberi. Sang penerima tak lagi menjadi subyek harus diperlakukan selayaknya manusia, tapi menjadi alat untuk memuluskan jalan kepentingan sang pemberi.

Dosakah itu? Mungkin ya atau mungkin juga tidak. Saya tak tau, bagi saya seharusnya partai itu lebih tau karena mereka adalah partai yang mengaku-ngaku berdasarkan pada agama.

Saya hanya menilai bahwa itu tidak layak, tak pantas untuk dipentaskan di panggung politik. Tentu itu dari sudut etika politik. Bukan dalam politik rasional yang digambarkan Machiaveli, bahwa politik dan norma adalah dua hal yang terpisah. Atau jangan-jangan partai tersebut menerapkan politik rasional semacam demikian? Anda tentu bisa menilai sendiri.