.

Putaran Roda Nasib

Oleh: Tito Erland S Purwokerto, 14 Oktober 2008. Ketika itu hari sudah sore. Butiran-butiran air hujan sedang asyiknya menghujami bumi yang ku pijak. Sudah sedari tadi hujan ini tak kunjung berhenti, mereka seakan berkomplot untuk menghalangiku menjalankan misi yang sangat penting bagi hidup ku. Tapi ku tak patah asa, ku yakin Sang Pengatur Nasibku hanya sedang menguji kesabaran ku. Dia mungkin ingin melihat seberapa besar niat yang mucul dari dalam hatiku. Benar saja, keyakinan ku tak meleset kala itu, menjelang magrib langit tampak bosan melanjutkan tangisannya. Ah, betapa senangnya hati ini. Aku pun lalu mengirimkan SMS kepada Jay: Alhamdulillah. Alam seolah memahamiku. Hujan tampaknya mengerti aku punya hajat yang sangat penting. Ku tunggu kau kawan baik ku untuk mengantarkan ku ke pelabuhan cintaku. Belum terlalu lama aku mengirimkan sms itu, roda nasib seakan berputar dengan sangat cepat. Putarannya lebih cepat dari kilatan cahaya yang menyambar-nyambar bumi di kala hujan. Putaran yang dapat menghantarkan seseorang kedalam keadaan trance atau bahkan tak sadarkan diri. Perasaan senang yang tadi ku alami sekarang berbanding terbalik menjadi suatu kekhawatiran yang berlebih. Hujan seakan mempermainkanku, mereka meledek ku. Mereka kini turun lagi. Ah sial, batinku. Aku pun sekarang pasrah menunggu keajaiban yang dapat menyingkirkan eksistensi hujan ini untuk sementara. Aku pun lalu mengrimkan SMS pada Jay: Wah, ujan lagi Jay. Kalo ga jadi kesini gapapa. Gw ga enak liat loe keujanan. Lama SMS itu tak dibalasnya. Diri ku ini lalu termenung, mungkin besok saja aku ke tempat tambatan hatiku itu, pikirku. Tit.. tit.. Berapa lama kemudian ponsel ku berbunyi. Oh, rupanya SMS dari Jay. Gw bentar lagi kesitu, tunggu ya, begitu bunyi pesan dari Jay. Saat itu sudah pukul setengah delapan malam. Aku pun menunggu kedatangan Jay sambil berharap-harap cemas. Berbagai macam perasaan berkecamuk di dalam dada ku. Senang, takut, khawatir, kesemuanya itu bercampur menjadi satu. Wajar saja jiakalau aku seperti itu, sebentar lagi aku harus menghadapi peristiwa penting dalam hidupku, berkenalan dengan wanita yang selama ini kupuja. Pukul 20:30. Akhirnya Jay datang juga. “Gapapa nih Jay malam-malam ke kosan cewek? Takut ga enak” “Udah gapapa”, kata Jay. Kami pun berangkat ke tempat si gadis. Jarak yang sebenarnya tak terlalu jauh, ku lalui seakan beratus-ratus kilometer jauhnya. Sampai tibalah akhirnya aku dirumah si gadis. Jay pun lalu berinisiatif untuk mengetuk pintu. Sedangkan aku berdiri mematung, seakan masih tak percaya dengan jalinan nasib yang sebentar lagi akan kulalui. Tok.tok.. Jay mengetuk pintu. “Cari siapa ya?”, seorang gadis berkacamata membukakan pintu. Oh, rupanya temannya. “Ina nya ada”, kata Jay. “Ada. Masuk aja dulu mas” Gadis berkacamata itu pun lalu memanggil Ina. “Ina, ada yang nyari tuh” “Siapa?” suara dari dalam menjawab. “Dari siapa ya mas?”, gadis berkacamata itu lalu bertanya pada kami. “Jay”, jawab teman ku itu. Tak lama kemudian Ina pun keluar menemui kami. Aku lalu diperkenalkan oleh Jay. “Oh ya, kenalin ini teman ku”, kata Jay. Aku memperkenalkan diri sambil tersenyum manis padanya, berharap senyuman itu dapat meruntuhkan dinding tebal yang menjaga hatinya. “Ina”, katanya memperkenalkan diri pada ku. Selanjutnya kami bertiga pun larut dalam obrolan. Sebetulnya hanya mereka berdua, Ina dan Jay, yang lebih banyak mengobrol. Sedangkan aku lebih memilih banyak berdiam diri karena mengikuti anjuran suatu teori cara mendapatkan hati wanita. Dalam teori itu disebutkan kalau pria harus tampak misterius biar si perempuan penasaran. Selain itu aku memilih lebih banyak berdiam diri karena aku tidak mempunyai topik yang akan diobrolkan, maklumlah aku baru kenal dengannya. “Anak Hukum ya?”, kataku menyela pembicaraan mereka, “Aku pernah liat kamu di Hukum”. “Iya, kamu anak Hukum juga?” “Bukan”, jawabku. Aku pun lalu menjelaskan bahwa aku berasal dari fakultas lainnya. “Angkatan 2005 juga?”, katanya. “Bukan 2004” Paska pembicaraan itu, dia banyak bertanya tentang teman-temannya yang satu fakultas dengan ku. Tapi aku tak tau semuanya, hanya berapa nama saja yang aku tau. Kejadian selanjutnya adalah dia lebih banyak berbincang dengan Jay. Aku hanya sesekali nimbrung dalam pembicaraan mereka. Diriku ini lebih banyak memperhatikan wajah nya yang luar biasa cantik itu. Jikalau diibaratkan wajahnya bak bidadari yang sering digambarkan hidup di taman-taman Firdaus. Kulitnya ibarat air surga yang jernih, tanpa noda sedikitpun. Tatapan matanya meneduhkan sekaligus melumerkan hatiku. Sungguh kawan, aku tak pernah melihat wanita lain secantik dia di dunia ini. Tapi kesemuanya itu tentu saja kulakukan secara sembunyi-sembunyi. Aku mencuri-curi kesempatan untuk memandang wajah cantiknya, takut dia memergokiku, tak enak lah nanti jadinya. Pukul 21:00. Jay mengajak ku pulang. “Pulang yuk”. “Ok”, kataku. Kami pun lalu berpamitan pulang. Sebelum pulang aku melemparkan senyum manisku, masih berharap senyum itu dapat meluluhkan hatinya. Sebelum pulang aku dan Jay makan terlebih dulu. Kami makan malam di sebuah warung lesehan. Sambil makan aku menceritakan pada Jay bahwa aku sangat senang malam itu, dapat berjumpa dengan bidadari yang selama ini ada dalam doa-doaku. Selesai makan, aku pulang, sementara Jay lebih memilih untuk ngenet terlebih dahulu. “Thank you ya Jay”, kataku pada akhir perpisahan kami di malam itu.
***
Pagi hari pukul 07:00. Aku mengrimkan SMS pada Ina, berharap dapat lebih dekat mengenalnya. Isi pesanku: Hai Ina. Niy yg kemaren main ke kos kamu, temannya Jay. Salam kenal ya . O iya jangan lupa simpen no ku ya.. hehe.. SMS pun terkirim. Lama tak mendapat jawaban. Aku pun lalu pergi ngenet. Pagi itu aku memang berencana untuk ngenet, ingin mengupload puisi yang semalam aku buat selepas pulang makan malam bersama Jay. Puisi itu ku buat tentang perasaanku yang sangat senang malam itu. Beginilah puisinya:
Sekeping Nasib
Malam ini Sang Pencipta Kehidupan membukakan pintu-pintu surganya. Dari dalamnya tercium aroma semerbak surgawi yang dapat menentramkan jiwa siapapun yang menghirupnya. Dia mendengar, batinku. Sungguh mulia Dia, mau mempertemukan diri ini dengan mimpi-mimpi yang telah lama kurangkai. Syair yang selama ini kulantunkan rupanya telah bermetamorfosis menjadi sebongkah realitas yang dapat kugenggam. Dia Maha Tahu, Maha Mengerti, maka dengan kekuasaanNya diutuslah seorang bidadari untuk menemaniku. Bidadari itu memiliki rupa yang sangat jelita, wajahnya menunjukan kecantikan abadi yang tak kan sirna termakan waktu. Rambutnya yang hitam legam dibiarkannya tergerai, menambah daya magis dalam dirinya. Matanya yang penuh keteduhan sesekali menatapku, semakin membuat hatiku melumer. Sungguh suatu mukjizat aku dapat menatapnya sedekat ini. Malam ini sungguh malam yang sangat indah. Segenap alam seakan mendukungku agar melanjutkan sekeping nasib yang telah ku genggam. Purwokerto, 14 Oktober 2008. Baru selesai diri ini meng upload puisi itu ke blog ku, ponselku berbunyi. Ada pesan singkat, kubaca siapa pengirimnya. Oh, ternyata dari Ina. Senyumku pun langsung merekah. SMS itu lalu kubaca: Niy ma cowoknya Ina. Deg. Aku terkaget. Aku tak menyangka kejadiannya akan seperti ini. Aku memang sudah mengetahui bahwa Ina sudah punya pacar, tapi ku pikir tak ada salahnya aku mengenalnya lebih dekat. Aku berharap Ina sendiri yang menjawabnya, tapi kenyataan berkata lain. Tapi ya sudahlah nasi sudah menjadi bubur. Putaran roda nasib sedikit banyak mampu menjungkirbalikan perasaanku. Tuhan memang Maha Kuasa, Dia dapat membolak-balikan hati seseorang seperti yang Dia kehendaki. Hatiku yang tadinya gembira, dalam sekejap mata berubah menjadi kesedihan yang amat sangat. SMS itu lalu ku balas dengan sopan: Sory, gw cuma temen aja. Maaf. Tak ada balasan. Aku pun merana. Menangisi kasih tak sampai ini. Tapi di balik semua itu, aku tak gentar sedikitpun. Putaran roda nasib saat ini mungkin sedang tidak memihak ku, tapi tak dapat meredupkan api semangatku. Kan ku kejar mimpi itu sampai ke ujung dunia. Aku berjanji pada diri ini, tak kan pernah melepas mimpi itu.

0 komentar: