.

Selembar Puisi Untuknya

Ku sandarkan tubuhku pada sebatang Beringin

Oleh: Tito Erland S

Ku sandarkan tubuhku pada sebatang Beringin. Semilir angin yang mengalir diantara dedaunan menyapa hangat tubuh ku, menemani dalam kegetiran. Sudah sejak tadi aku duduk di sana. Sejak matahari masih di ufuk timur dan sekarang berada tepat di tengah bumi. Aku termenung, memandang ke atas langit biru. Ku melamun, angan ini terbang jauh ke dalam hati seorang wanita. Awan yang kulihat seakan berubah menjadi wajah cantiknya. Semuanya di dunia ini seakan tentang dia.

Orang-orang yang berlalu lalang terkadang memperhatikan kelakuan aneh ku ini. Mereka memasang wajah aneh. Orang itu kenapa ya? Melamun sendiri. Gila kali ya?, mungkin begitu pikiran mereka.

Tapi saat itu tak ingin sedikitpun kupedulikan mereka. Lagipula aku tidak gila. Aku hanya sedang jatuh cinta. Tak pernah kah mereka merasakan jatuh cinta?, batinku. Cinta memang terkadang dapat membuat orang terlihat sangat tidak rasional, karena cinta memang bukan tentang rasional atau tidak rasional. Cinta adalah tentang perasaan.

Saat itu aku hanya mempedulikan cintaku. Hanya memperdulikan dirinya, seorang perempuan yang mampu menggetarkan sanubariku. Dia lah pelangiku, yang hadir ketika hujan usai.

Aku tak habis pikir bagaimana bisa meruntuhkan hatinya. Kala ini hatinya sudah tertambat pada sosok lain, dan itu jelas bukan aku. Asa ku ini menggebu-gebu untuk merebut hatinya, menyelami jiwanya. Bukan karena ingin merusak kebahagiaan hidupnya, tapi karena aku sudah tak tahan lagi menahan anugerah surgawi ini dan ingin berbagi dengannya.

Ku tuliskan puisi untuk dirinya pada sehelai kertas putih.

Untuk Dirimu

Untuk dirimu

Yang kupendam jauh dalam hatiku

Yang kusimpan erat dalam anganku

Aku ingin sekali meraih kunci hatimu

Yang dapat membukakan jalan bagiku untuk dapat masuk dalam jiwamu

Yang dapat membuatku menebar sejuta cinta dalam setiap langkah hidupmu

Akan kutukarkan sejuta istana agar aku bisa meraih kunci itu

Akan ku lakukan segala pintamu agar diri ini dapat mengecup hatimu

Kuserahkan segenap jiwaku agar kau sudi kiranya untuk mencintai ku

Ku jaga baik-baik puisi itu sehingga tak seorang pun dapat merebutnya seandainya terjadi. Ku masukan dalam sekantung kain yang terjahit rapih pada selembar rajutan indah bermotif kotak. Kan kukirimkan puisi itu kepada wanita impianku, berharap dirinya mengerti makna yang tersurat dan tersirat dan membalas dengan hatinya.

Aku lalu pulang. Meninggalkan alam yang sedari tadi setia menemaniku dalam kesepian hidup.

Ku berjalan sendirian di setapak jalan. Teriknya matahari menghujam kulit ini, memerahkannya lalu dari dalamnya keluar butir-butir air kehidupan. Butir-butir air kehidupan itu semakin lama semakin banyak, ribuan atau mungkin jutaan, membasahi sekujur tubuh. Tapi tak begitu menderita dikarenakannya, sebab tertutupi pilunya hati ini.

Di persimpangan jalan ku temui sekotak tempat surat. Ku masukan puisi itu lengkap dengan selembar amplop yang telah tertuliskan alamatnya. Lega hati ini sudah bisa mengirimkan puisi itu.

Ku teruskan perjalan hidup. Selangkah demi selangkah akhirnya sampailah aku di tempat peristirahatan sementara ku, tempat yang sebutulnya tak jauh dari perlindungan kekasih impianku.

Aku pun lalu menunggu. Berharap mendapat balasan darinya, apa pun itu, agar aku bisa melanjutkan hidup.

Bersambung sampai suatu saat nanti ketika sang gadis impian membalas puisi ku

1 komentar:

Rizky mengatakan...

salam kenal ni mas Tito, thankz comment bwt saya di blog mas firdaus soal ESQ... wah biarpun nyindir, tapi bukankah sindiran juga satu bentuk perhatian...

smoga mw jadi sahabat baru saya

rizky

meet me at www.rizky165.blogspot.com